
Susu
Kambing untuk Penderita Hepatitis.
Salah satu khasiat dahsyat
susu kambing
Kehadiran sang jabang bayi
di rahim Elis tidak disambut suka-cita. Hatinya justru
resah. Ia khawatir dirinya mewariskan virus hepatitis B yang telah 10 tahun
bersarang ditubuh. Hasrat menggugurkan janin sempat terlintas di benak ibu 35
tahun itu.
Elis resah membayangkan penderitaan yang akan
di lalui anaknya jika kelak terlahir ke dunia. Maklum, ia tahu betul betapa
perihnya nestapa akibat diganyang virus hepatitis yang ia alami sejak 1998.
Duka nestapa itu bermula tatkala Elis mengeluh sakit tak terperi di ulu hati.
Ia yang saat itu berusia 25 tahun menduga dirinya sakit maag. Makan saya memang
tidak teratur, begitu katanya. Kesibukan membantu suami mengelola toko bahan
bangunan membuatnya berpaling dari pola hidup sehat.
Perih di ulu
hati kian menjadi-jadi. Rahmat Afandi, suami Elis, segera memboyong istri ke dokter
spesialis pemyakit dalam di daerah Tomang, Jakarta Barat. Hasil diagnosis
dokter, Elis menderita maag kronis. Dokter pun
memberikan obat untuk mengurangi asam lambung berlebih-penyebab maag. Setelah
mengkonsumsi obat, kondisi Elis sesaat sepertinya kembali pulih.
Kemoterapi
Beberapa waktu kemudian
rasa sakit kembali menyambangi ulu hati Elis. Kali ini kondisinya bertambah buruk.
Perut kian membuncit. Seperti hamil 7 bulan, ujarnya. Sekujur tubuh pucat dan
lunglai. Bila telapak tangan ditekan dengan jari, tak kembali memerah. Keduanya
dingin.
Khawatir kondisinya kian
memburuk, Rahmat pun segera memboyong ke RS Pelni, Jakarta Pusat. Disana Elis
dirawat di instalasi gawat darurat. Setelah darah diperiksa dan perutnya
dipindai dengan ultrasonografi (USG), teka-teki penyebab sakit Elis akhirnya terjawab. Ia terjangkit virus
hepatitis B. Kadar HVDNA positif pada darah mencapai 1.527 pg/ml. Itu
menunjukkan kadar virus hepatitis yang bersarang di aliran darah. Hasil USG
menunjukkan, separuh hatinya telah mengeras alias sirosis.
Elis tak menyangka dirinya berada diambang
maut. Bayangan ajal sempat melintas di pikirannya yang sedang galau. Namun, Elis tak mau pasrah begitu saja menghadapi
vonis dokter. Ia pun menanyakan peluang kesembuhan bakal diraih. Kami hanya
bisa berusaha. Perkara kesembuhan itu ada di tangan Tuhan, kata Elis menirukan usapan dokter ketika itu.
Dokter menyarankan agar Elis menjalani terapi 3TC, salah satu terapi
untuk menghalau virus hepatitis yang mengganas di tubuhnya. Ia mesti rutin
mengkonsumsi obat berupa kapsul sekali sehari dan tidak boleh terlewat. Ia juga
mesti rutin diperriksa setiap bulan untuk memantau perkembangan virus.
Purnama demi purnama ia
lalui. Tak terasa 2 tahun ia sudah menjalani terapi. Namun, yang namanya kesembuhan
tak juga tampak. Jumlah virus dalam darah berfluktuasi. Suatu kali jumlah virus
anjlok hingga 32 pg/ml. Tak lama kemudian jumlahnya kembali melonjak. Melihat
hasil yang tidak stabil, dokter menyimpulkan terapi itu gagal. Padahal, pada
sebagian besar pasien hepatitis B, terapi 3TC tergolong tokcer. Keberhasilan
terapi tergantung kecocokan dengan tubuh si pasien. Kegagalan itu mungkin
disebabkan tubuh menolak reaksi obat, ujar Elis mengulang ucapan dokter.
Interferon
Pada 2001, Elis kembali disarankan menjalani terapi.
Kali ini jenis obat yang digunakan adalah interferon. Obat itu disuntikan
melalui pembuluh darah. Dalam sepekan, Elis mesti menjalani 3 kali terapi di RS
Pelni. Menurut
Prof Dr
dr Nurul Akbar SpPD KGEH, ahli hepatologi di Jakarta, interferon dikenal kalangan medis
berfaedah memperbaiki hati. Namun, tingkat keberhasilan interferon hanya
10-15%,: kata Nurul. Meski di lapangan interferon sanggup mengurangi
penderitaan akibat hepatitis sebanyak 40%, tapi kemampuannya memusnahkan virus masih
kecil.
Itulah yang dirasakan Elis. Setahun terapi, lagi-lagi tak
menampakan hasil. Virus hepatitis tak juga beranjak dari tubuhnya. Bahkan efek
samping dari terapi mulai tampak. Rambut saya rontok dan tubuh lemas terus,:
kata Elis. Ia pun memutuskan berhenti terapi.
Pada 2003, Elis kembali menjalani terapi. Ketika itu
pemerintah mendatangkan obat baru yang konon ampuh mengentaskan virus hepatitis
di negara asalnya. Namun, baru beberapa bulan mengkonsumsi obat, efek samping
mulai terasa. Sumsung tulang belakang saya seperti tersedot, sakit sekali.
Lidah saya tak terasa, nasfu makan hilang, tubuh saya juga lemas, ibanya.
Meski harus bergelut rasa
sakit, Elis bertekad meneruskan terapi. Seraya
menjalani terapi, Elis tak tinggal diam. Ia getol berburu
informasi tentang obat hepatitis di berbagai media. Begitu juga Rahmat. Ia
menyambangi pasar Glodok yang marak penjaja obat tradisional cina. untuk
membeli obat cina yang berharga jutaan rupiah, kata Rahmat.
Susu kambing
Lagi-lagi jerih payahnya
itu kandas. Alih-alih membawa kesembuhan, malah ngilu di sekujur tubuh yang
didapat. Suatu ketika, masih 2003, sebuah media swasta mempublikasi acara yang
mengupas faedah susu kambing bagi kesehatan. Karena penasaran, Elis menghubungi redaksi media itu dan
meminta nomor telepon peternak yang menjual susu kambing ettawa. Ia bersama
suami kemudian mengunjungi peternak itu tersebut.
Tiba di rumah, Elis mengkonsumsi susu kambing hingga 2 liter
perhari. Ia juga
tetap mengkonsumsi obat terapi. Beberapa bulan mengkonsumsi susu kambing,
alamat kesembuhan mulai terasa. Rasa sakit dan lemas yang biasanya dirasakan
selama terapi kini berangsur hilang. Badan saya lebih bugar,: katanya. Pada
2004, sang suami mengajak Elis bertolak ke luar negeri. Ketika tiba di tanah air , tubuh
saya tetap bugar, imbuh ibu 2 anak itu. Ia akhirnya menghentika terapi dan
hanya mengkonsumsi vitamin.
Bukti kesembuhan itu juga
datang ketika jabang bayi hadir di rahim Elis. Rasa terkejut, bahagia, dan resah
bercampur-aduk dalam batin Elis. Saya terkejut. Orang yang sedang kemoterapi biasanya
mustahil bisa hamil karena efek samping terapi yang menyebabkan rahim menjadi
keringat ,katanya. Ia juga bahagia karena telah 10 tahun tidak menimang-nimang
sang bayi.
Di balik kebahagiaannya
itu, Elis juga menyimpan resah yang mendalam. Ia
khawatir virus hepatitis B juga bersarang di tubuh sang bayi. Keresahan itu
terus membayangi hari-harinya menjalani kehamilan. Selama hamil, Elis tetap rutin mengkonsumsi susu kambing.
Hari yang dinanti akhirnya
tiba. Pada November 2005, anak keduanya itu lahir. Yang paling menggembirakan,
hasil pemeriksaan darah menunjukkan, tak satu pun virus hepatitis bersarang di
tubuh anaknya. Kebahagiaan Elis pun kian membuncah ketika dokter mengatakan
kondisi hati Elis kian membaik. Hati yang tadinya mengeras
akibat sirosis, perlahan di tumbuhi sel-sel baru. Ia pun hanya disarankan
memeriksakan diri 3 bulan sekali.
Asam lemak
Bagaimana peran susu
kambing membantu penyembuhan hepatitis? Menurut Dr H.P Maree, MBChB, dari
Schweizer Reneke, Transvaal Barat, Afrika Selatan, susu kambing kaya
asam lemak rantai sedang berkhasiat. Total jumlah asam lemak jenuh rantai
sedang pada susu kambing hampir setara air susu manusia.
Kandungan asam laurat-yang
juga terdapat pada virgin coconut oil (VCO)-susu kambing mencapai 4,5% pada
air susu manusia 5,8%. Susu kambing juga mengandung asam kaprat paling tinggi
ketimbang air susu manusia dan sapi yaitu 2,2%. Sedangkan air susu manusia
hanya 0,3% dan sapi 1,2%. Asam laurat dan kaprat dikenal sebagai antivirus.
Susu puan-sebutan lain susu
kambing-juga mengandung niasin yang mencapai 0,676 mg, lebih tinggi daripada
susu sapi, 0,261 mg. Menurut Dr. Elvina Karyadi MSc, ahli gizi masyarakat
Universitas Indonesia, suplemen vitamin B3 atau niasin biasanya
diberikan pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi untuk mengurangi efek
toksis kemoterapi. Oleh sebab itulah ketika menjalani terapi, tubuh Elis tetap segar. jadi ternyata Susu kambing untuk
hepatitis juga….
Disadur dari majalah Trubus
Edisi 448 Maret 2007/XXXVIIIÂ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar